Minggu, 10 November 2013

Pelanggaran Etika Bisnis


1.    Teori
Menurut Velasques (2002) etika bisnis merupakan studi yang dikhususkan mengenai moral yang benar dan salah. Studi ini berkonsentrasi pada standar moral sebagaimana diterapkan dalam kebijakan, institusi, dan perilaku bisnis
Menurut Hill dan Jones menyatakan bahwa etika bisnis merupakan suatu ajaran untuk membedakan antara salah dan benar guna memberikan pembekalan kepada setiap pemimpin perusahaan ketika mempertimbangkan untuk mengambil keputusan strategis yang terkait dengan masalah moral yang kompleks. Lebih jauh ia mengatakan, “Most of us already have a good sense of what is right and what is wrong. We already know that is wrong to take action that put the lives other risk” ("Sebagian besar dari kita sudah memiliki rasa yang baik dari apa yang benar dan apa yang salah. Kita sudah tahu bahwa salah satu untuk mengambil tindakan yang menempatkan risiko kehidupan yang lain.")
Menurut Albrecht (2012:6) mengemukakan dalam bukunya “Fraud examination” menyatakan bahwa: “fraud is a generic term, and embraces all the multifarious means which human ingenuity can devise, which are resorted to by one individual, to get an advantage over another by false representations. No definite and invariable rule can be laid down as general proportion in defining fraud, as it includes surprise, trickery, cunning and unfair ways by which another is cheated. The only boundaries defining it are those which limit human knavery”.
Dari pengertian kecurangan (fraud) menurut Albrecht, kecurangan adalah istilah umum, dan mencakup semua cara dimana kecerdasan manusia dipaksakan dilakukan oleh satu individu untuk dapat menciptakan cara untuk mendapatkan suatu manfaat dari orang lain dari representasi yang salah. Tidak ada kepastian dan invariabel aturan dapat ditetapkan sebagai proporsi yang umum dalam mendefinisikan penipuan, karena mencakup kejutan, tipu daya, cara-cara licik dan tidak adil oleh yang lain adalah curang.
Menurut Joel G. Siegel dan J.K. Shim fraud (kecurangan) adalah untuk merupakan tindakan yang disengaja oleh perorangan atau kesatuan untuk menipu orang lain dan menyebabkan kerugian. Khususnya terjadi (misrepresentation) penyajian yang keliru untuk merusak, dengan maksud menahan data bahan yang diperlukan untuk pelaksaanaan keputusan terdahulu.
Jadi dapat disimpulkan fraud (kecurangan) merupakan sesuatu yang disebabkan oleh keinginan seseorang yang teraplikasi dalam bentuk perilakunya untuk melakukan suatu tindakan yang menyalahi aturan.
Hubungan antara etika bisnis dan kecurangan yaitu bahwa segala sesuatu tindakan yang menyalahi aturan atau norma dan dikategorikan sebagai pelanggaran etika.

2.    Kasus/Artikel
Liputan6.com, Jakarta : Pengamat ekonomi politik Ichsanuddin Noorsy menilai, selama lumpur Lapindo terus menyembur di kawasan Sidoarjo, maka selama itu juga Aburizal Bakrie akan mendapatkan keuntungan. Menurutnya, keuntungan bagi Bakrie adalah dana bantuan dari pemerintah yang terus mengalir.
"Ya untung teruslah. Selama lumpur itu nyembur, nggak ada target untuk mencabut BPLS (Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo), artinya Pak Ical (Aburizal Bakrie) akan terus untung," kata Ichsanuddin Noorsy ketika dihubungi di Jakarta, Jumat (21/6/2013).
Menurut dia, Ical pandai melakukan lobi dengan pemerintah yang sedang dipimpin SBY. Bahkan, kepandaian Ical dalam melobi tak hanya tampak pada kucuran dana negara, tetapi juga pada status lumpur Lapindo, yang sampai saat ini tidak jelas apakah bencana alam atau bencana korporasi.
Namun dia menegaskan, dengan adanya BPLS, maka secara tidak langsung pemerintah menyatakan semburan lumpur Lapindo adalah bencana nasional.
"Dampak adanya BPLS itu, maka akan muncul di APBN, jadi dana itu akibat saja. Jadi jangan dilihat langsung alokasi anggarannya," ujar dia.
Menurut Noorsy, selama lumpur Lapindo terus menyembur, akan sangat sulit untuk mencabut BPLS. "Ketika dicabut BPLS, siapa yang menanggulangi," ucapnya.
Tak Berani
Dia menyatakan, tidak ada satupun lembaga atau institusi di negeri ini yang menyatakan lumpur Lapindo sebagai kesalahan korporasi. "Lembaga peradilan, bahkan MK tidak berani nyatakan itu kesalahan korporasi. Kepolisan, Kejagung, pemerintah, DPR/DPRD tidak punya wewenang eksekusi. Pemerintah tak berani. Maka selama pemerintah seperti ini, tidak bisa dicabut," jelas Noorsy.
Sehingga, imbuhnya, dengan adanya BPLS maka patut dicurigai adanya deal politik antara Ical dan SBY. Lantaran, secara tidak langsung, adanya BPLS sebagai pengakuan pemerintah wajib membiayai lumpur Lapindo.
"Persoalan pokoknya adalah besarnya alokasi yang diberikan sesuai kebutuhan. Bicara besar alokasi kebutuhan, hanya orang-orang DPR-lah yang tahu, apakah itu berkaitan dengan kepentingan politik atau tidak, apakah ada deal atau tidak. Kita hanya bisa mencurigai bahwa memang ada deal, ada transaksi politik antara Ical dan SBY," papar Noorsy.
Wajar
Sebelumnya, Ketua Umum DPP Partai Golkar Aburizal Bakrie menegaskan, pihaknya menerima APBN Perubahan 2013 untuk kepentingan rakyat. Pria yang akrab disapa Ical ini membantah ada deal politik dengan Partai Demokrat.
"Nggak ada (deal)," ujar Ical, Rabu 19 Juni. Terkait alokasi anggaran sebesar Rp 155 miliar dalam APBNP 2013 untuk korban luapan lumpur Lapindo, Ical mengatakan, penanggulangan kalau di luar peta terdampak memang tanggung jawab pemerintah.
"Ya wajarlah. Karena di luar 1 tahun transaksi jual beli. Jual belinya kan batasnya namanya peta terdampak. Di luar transaksi jual belinya itu, itu jual belinya antara Lapindo dengan rakyat. Itu peta terdampak," jelas Ical. Ical pun membantah Pasal 9 APBNP 2013 yang berisi pengalokasian dana negara sebesar Rp 155 miliar untuk penanggulangan Lapindo tidak diketahui seluruh pimpinan DPR. Dalam Pasal 9 UU APBN Perubahan 2013 mengalokasikan dana sebesar Rp 115 miliar untuk pelunasan pembayaran pembelian tanah dan bangunan di luar peta area terdampak lumpur Lapindo pada 3 desa, yang meliputi Desa Besuki, Desa Kedungcangring, dan Desa Pejarakan. Juga meliputi 9 rukun tetangga di 3 kelurahan, yaitu Kelurahan Siring, Kelurahan Jatirejo, dan Kelurahan Mindi.
Sementara, berdasarkan data yang diperoleh dari Sekretariat Komisi V, terdapat dana anggaran untuk BPLS tahun anggaran 2014 sebesar Rp 845,1 miliar, yang telah diajukan dalam pagu Rencana Kerja Pemerintah (RKP) pada Rabu 19 Juni lalu. Dana itu telah mendapat persetujuan dari Komisi V DPR yang ditandatangani Ketua Komisi V DPR dari Fraksi PAN Laurens Bahang Dama. (Mut/Sss)

3.    Analisis
Secara teoritis menurut Hill dan Jones menyatakan bahwa etika bisnis merupakan suatu ajaran untuk membedakan antara salah dan benar guna memberikan pembekalan kepada setiap pemimpin perusahaan ketika mempertimbangkan untuk mengambil keputusan strategis yang terkait dengan masalah moral yang kompleks Menurut Albrecht, kecurangan adalah istilah umum, dan mencakup semua cara dimana kecerdasan manusia dipaksakan dilakukan oleh satu individu untuk dapat menciptakan cara untuk mendapatkan suatu manfaat dari orang lain dari representasi yang salah. Tidak ada kepastian dan invariabel aturan dapat ditetapkan sebagai proporsi yang umum dalam mendefinisikan penipuan, karena mencakup kejutan, tipu daya, cara-cara licik dan tidak adil oleh yang lain adalah curang.
Hubungan antara etika bisnis dan kecurangan bahwa segala sesuatu tindakan yang menyalahi aturan dan dikategorikan sebagai pelanggaran etika.
Dari kasus diatas maka dapat kita analisis bahwa telah terjadi pelanggaran etika. Dimana menurut Ichsanuddin Noorsy “Ical pandai melakukan lobi dengan pemerintah yang sedang dipimpin SBY”. Bahkan, kepandaian Ical dalam melobi tak hanya tampak pada kucuran dana negara, tetapi juga pada status lumpur Lapindo, yang sampai saat ini tidak jelas apakah bencana alam atau bencana korporasi. Namun dia menegaskan, dengan adanya BPLS, maka secara tidak langsung pemerintah menyatakan semburan lumpur Lapindo adalah bencana nasional.

4.      Referensi


Tidak ada komentar:

Posting Komentar