1. Teori
Menurut
Velasques (2002) etika bisnis merupakan studi yang dikhususkan mengenai moral
yang benar dan salah. Studi ini berkonsentrasi pada standar moral sebagaimana
diterapkan dalam kebijakan, institusi, dan perilaku bisnis
Menurut
Hill dan Jones menyatakan bahwa etika bisnis merupakan suatu ajaran untuk
membedakan antara salah dan benar guna memberikan pembekalan kepada setiap
pemimpin perusahaan ketika mempertimbangkan untuk mengambil keputusan strategis
yang terkait dengan masalah moral yang kompleks. Lebih jauh ia mengatakan,
“Most of us already have a good sense of what is right and what is wrong. We
already know that is wrong to take action that put the lives other risk”
("Sebagian besar dari kita sudah memiliki rasa yang baik dari apa yang
benar dan apa yang salah. Kita sudah tahu bahwa salah satu untuk mengambil
tindakan yang menempatkan risiko kehidupan yang lain.")
Menurut
Albrecht (2012:6) mengemukakan dalam bukunya “Fraud examination” menyatakan
bahwa: “fraud is a generic term, and embraces all the multifarious means which human
ingenuity can devise, which are resorted to by one individual, to get an
advantage over another by false representations. No definite and invariable
rule can be laid down as general proportion in defining fraud, as it includes
surprise, trickery, cunning and unfair ways by which another is cheated. The
only boundaries defining it are those which limit human knavery”.
Dari
pengertian kecurangan (fraud) menurut Albrecht, kecurangan adalah istilah umum,
dan mencakup semua cara dimana kecerdasan manusia dipaksakan dilakukan oleh
satu individu untuk dapat menciptakan cara untuk mendapatkan suatu manfaat dari
orang lain dari representasi yang salah. Tidak ada kepastian dan invariabel
aturan dapat ditetapkan sebagai proporsi yang umum dalam mendefinisikan
penipuan, karena mencakup kejutan, tipu daya, cara-cara licik dan tidak adil
oleh yang lain adalah curang.
Menurut
Joel G. Siegel dan J.K. Shim fraud (kecurangan) adalah untuk merupakan tindakan
yang disengaja oleh perorangan atau kesatuan untuk menipu orang lain dan
menyebabkan kerugian. Khususnya terjadi (misrepresentation) penyajian yang
keliru untuk merusak, dengan maksud menahan data bahan yang diperlukan untuk
pelaksaanaan keputusan terdahulu.
Jadi
dapat disimpulkan fraud (kecurangan) merupakan sesuatu yang disebabkan oleh
keinginan seseorang yang teraplikasi dalam bentuk perilakunya untuk melakukan
suatu tindakan yang menyalahi aturan.
Hubungan
antara etika bisnis dan kecurangan yaitu bahwa segala sesuatu tindakan yang
menyalahi aturan atau norma dan dikategorikan sebagai pelanggaran etika.
2. Kasus/Artikel
Liputan6.com, Jakarta : Pengamat ekonomi politik Ichsanuddin Noorsy menilai,
selama lumpur Lapindo terus menyembur di kawasan Sidoarjo, maka selama itu juga
Aburizal Bakrie akan mendapatkan keuntungan. Menurutnya, keuntungan bagi Bakrie
adalah dana bantuan dari pemerintah yang terus mengalir.
"Ya
untung teruslah. Selama lumpur itu nyembur, nggak ada target untuk mencabut
BPLS (Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo), artinya Pak Ical (Aburizal Bakrie)
akan terus untung," kata Ichsanuddin Noorsy ketika dihubungi di Jakarta,
Jumat (21/6/2013).
Menurut
dia, Ical pandai melakukan lobi dengan pemerintah yang sedang dipimpin SBY.
Bahkan, kepandaian Ical dalam melobi tak hanya tampak pada kucuran dana negara,
tetapi juga pada status lumpur Lapindo, yang sampai saat ini tidak jelas apakah
bencana alam atau bencana korporasi.
Namun
dia menegaskan, dengan adanya BPLS, maka secara tidak langsung pemerintah
menyatakan semburan lumpur Lapindo adalah bencana nasional.
"Dampak
adanya BPLS itu, maka akan muncul di APBN, jadi dana itu akibat saja. Jadi
jangan dilihat langsung alokasi anggarannya," ujar dia.
Menurut
Noorsy, selama lumpur Lapindo terus menyembur, akan sangat sulit untuk mencabut
BPLS. "Ketika dicabut BPLS, siapa yang menanggulangi," ucapnya.
Tak Berani
Dia
menyatakan, tidak ada satupun lembaga atau institusi di negeri ini yang
menyatakan lumpur Lapindo sebagai kesalahan korporasi. "Lembaga peradilan,
bahkan MK tidak berani nyatakan itu kesalahan korporasi. Kepolisan, Kejagung,
pemerintah, DPR/DPRD tidak punya wewenang eksekusi. Pemerintah tak berani. Maka
selama pemerintah seperti ini, tidak bisa dicabut," jelas Noorsy.
Sehingga,
imbuhnya, dengan adanya BPLS maka patut dicurigai adanya deal politik
antara Ical dan SBY. Lantaran, secara tidak langsung, adanya BPLS sebagai
pengakuan pemerintah wajib membiayai lumpur Lapindo.
"Persoalan
pokoknya adalah besarnya alokasi yang diberikan sesuai kebutuhan. Bicara besar
alokasi kebutuhan, hanya orang-orang DPR-lah yang tahu, apakah itu berkaitan
dengan kepentingan politik atau tidak, apakah ada deal atau tidak. Kita
hanya bisa mencurigai bahwa memang ada deal, ada transaksi politik
antara Ical dan SBY," papar Noorsy.
Wajar
Sebelumnya,
Ketua Umum DPP Partai Golkar Aburizal Bakrie menegaskan, pihaknya menerima APBN
Perubahan 2013 untuk kepentingan rakyat. Pria yang akrab disapa Ical ini
membantah ada deal politik dengan Partai Demokrat.
"Nggak
ada (deal)," ujar Ical, Rabu 19 Juni. Terkait alokasi anggaran
sebesar Rp 155 miliar dalam APBNP 2013 untuk korban luapan lumpur Lapindo, Ical
mengatakan, penanggulangan kalau di luar peta terdampak memang tanggung jawab
pemerintah.
"Ya
wajarlah. Karena di luar 1 tahun transaksi jual beli. Jual belinya kan batasnya
namanya peta terdampak. Di luar transaksi jual belinya itu, itu jual belinya
antara Lapindo dengan rakyat. Itu peta terdampak," jelas Ical. Ical pun
membantah Pasal 9 APBNP 2013 yang berisi pengalokasian dana negara sebesar Rp
155 miliar untuk penanggulangan Lapindo tidak diketahui seluruh pimpinan DPR. Dalam
Pasal 9 UU APBN Perubahan 2013 mengalokasikan dana sebesar Rp 115 miliar untuk
pelunasan pembayaran pembelian tanah dan bangunan di luar peta area terdampak
lumpur Lapindo pada 3 desa, yang meliputi Desa Besuki, Desa Kedungcangring, dan
Desa Pejarakan. Juga meliputi 9 rukun tetangga di 3 kelurahan, yaitu Kelurahan
Siring, Kelurahan Jatirejo, dan Kelurahan Mindi.
Sementara,
berdasarkan data yang diperoleh dari Sekretariat Komisi V, terdapat dana
anggaran untuk BPLS tahun anggaran 2014 sebesar Rp 845,1 miliar, yang telah
diajukan dalam pagu Rencana Kerja Pemerintah (RKP) pada Rabu 19 Juni lalu. Dana
itu telah mendapat persetujuan dari Komisi V DPR yang ditandatangani Ketua
Komisi V DPR dari Fraksi PAN Laurens Bahang Dama. (Mut/Sss)
3. Analisis
Secara
teoritis menurut Hill dan Jones menyatakan bahwa etika bisnis merupakan suatu
ajaran untuk membedakan antara salah dan benar guna memberikan pembekalan
kepada setiap pemimpin perusahaan ketika mempertimbangkan untuk mengambil
keputusan strategis yang terkait dengan masalah moral yang kompleks Menurut Albrecht,
kecurangan adalah istilah umum, dan mencakup semua cara dimana kecerdasan
manusia dipaksakan dilakukan oleh satu individu untuk dapat menciptakan cara
untuk mendapatkan suatu manfaat dari orang lain dari representasi yang salah.
Tidak ada kepastian dan invariabel aturan dapat ditetapkan sebagai proporsi
yang umum dalam mendefinisikan penipuan, karena mencakup kejutan, tipu daya,
cara-cara licik dan tidak adil oleh yang lain adalah curang.
Hubungan
antara etika bisnis dan kecurangan bahwa segala sesuatu tindakan yang menyalahi
aturan dan dikategorikan sebagai pelanggaran etika.
Dari
kasus diatas maka dapat kita analisis bahwa telah terjadi pelanggaran etika. Dimana
menurut Ichsanuddin Noorsy “Ical pandai melakukan lobi dengan pemerintah yang
sedang dipimpin SBY”. Bahkan, kepandaian Ical dalam melobi tak hanya tampak
pada kucuran dana negara, tetapi juga pada status lumpur Lapindo, yang sampai
saat ini tidak jelas apakah bencana alam atau bencana korporasi. Namun dia
menegaskan, dengan adanya BPLS, maka secara tidak langsung pemerintah
menyatakan semburan lumpur Lapindo adalah bencana nasional.
4. Referensi
http://news.liputan6.com/read/618946/ichsanuddin-noorsy-selama-lapindo-nyembur-ical-untung-terus
NOTE: Tulisan ini dibuat untuk tugas softskill saya.
NOTE: Tulisan ini dibuat untuk tugas softskill saya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar